Sunday, June 8, 2014

Meraih Mulia, Gelar Janda tak selamanya dibenci Allah

muslimah1
Bismillahirrohmanirrohim,

Hap... Kulangkahkan kakiku agak berjinjit melewati sedikit rongga antara busway dengan koridor sambil kuucapkan "Subhanalladzii sakhhorolana haadza wama kunna lahu mukriniin".

Sejenak kulayangkan pandanganku mengelilingi seisi bus, berburu tempat duduk yang kosong. Alhamdulillah, kudapatkan tempat duduk di deretan bangku dibelakang bang sopir. Sejenak bibirku sibuk komat-kamit menghafal surah Al Kahfi sedikit mengamalkan sunnah di hari Jum'at.

Baru kusadari, ternyata ibu yang duduk di sampingku mengamatiku dari tadi. Itu pun baru kusadari setelah sang ibu menyapaku dengan pertanyaan yang membuatku sedikit manyun.
 
"Mbak... Baca mantra apa mbak?"

"Eh... Anu bu, bukan baca mantra, tapi baru ngapalin surah Al Kahfi" kujawab sambil cengar-cengir.
 
"Ooooo... Kirain baca mantra, berangkat ngantor mbak?" Tanya sang ibu kembali.
 
"Iya bu" kujawab singkat.
 
"Kok sendirian mbak? Suaminya beda kantor ya?" Sang ibu bertanya lagi sambil menatapku dari atas sampai bawah.

"Maaf bu, saya single, saya janda" ku jawab lirih.

"Janda mbak? Masak jilbabnya besar bisa jadi janda? Kok bisa bercerai sih mbak?" Tanya sang ibu agak ketus. Seolah-olah aneh banget kalau ada janda berjilbab besar. Belum sempat kujelaskan sebab jandaku karena suamiku telah meninggal dunia, bukan karena cerai, ee... ibu itu keburu turun dari busway.
 
Alhamdulillah busway yang ku naiki telah sampai. Hup... Alhamdulillah... Kulangkahkan kakiku keluar dari busway dengan membawa pertanyaan yang belum pernah ku pikirkan. Tiba-tiba otakku membuat skema matematis atas respon negatif dari ibu penumpang busway tadi.

"Cerai hukumnya kan boleh tapi dibenci Allah. Cerai sesuatu yang dibenci Allah. Berarti kalau ada seseorang yang bercerai berarti melakukan sesuatu yang nggak baik kan, karena melakukan perbuatan yang dibenci Allah. Berarti bener ibu tadi dong yang menganggap aneh disaat melihatku yang berkerudung besar tapi menyandang predikat JANDA." Iya... ya.. Aku kok baru mikir sampai ke sana ya?

***

Alhamdulillah, selesai juga tugas kerjaku hari ini. Kusandarkan badanku di kursi yang sudah tiga tahun ini setia menemani hati-hariku. Kaku terasa leher ini, mata terasa berat dan badan rasanya habis digebukin seisi kantor (terlalu lebay ya...).

Tapi serius, badanku memang capek banget. ASTAGHFIRULLOH... Spontan aku berteriak saat ada tangan yang meraba pundakku. Ee... ternyata tangan sahabatku Fatimah.

"Kaget banget aku... Untung jantung ku nggak copot" aku nyeletuk ketus sambil mencubit tangan Fatimah".

"Hayo... Ngelamunin apa...?" Ledek Fatimah.

"Nanti malam ada acara enggak?"

"E... Kasih tahu enggak ya..." Jawab ku menggoda.

"Nanti ba'da Isya' ikut aku yok..." Ajak Fatimah.

"Mau kemana? Sorry kalau jalan-jalan lho..." Jawabku

"Insya Allah nanti malam ikut aku ndatengin kajian di Masjid Mujahidin yok, biyar enak Insya Allah nanti aku jemput jam 06.30 ya...

"Oke cantik..." Sambil ku tarik hidung Fatimah"

SubhanAllah... di Masjid sudah banyak jama'ah yang hadir. Setelah sholat Isya' berjama'ah kajian dimulai. Katanya sih yang ngisi Ustadz Abu Azka.
 
"Set....set... Materinya apa sih?" Ku colek Fatimah yang lagi asik melipat mukenanya.

"Sabar noon... ku buka jadwal kajian dulu ya..., kalau ustadz Abu Azka biasanya kalau nggak Aqidah ya masalah-masalah hidup kita gitu... " Jawab Fatimah sambil membolak-balik buku agendanya.

Belum sempat Fatimah memberikan jawaban ternyata sudah terdengar suara salam dari moderator pertanda kajian akan dimulai. Para muslimah tidak bisa melihat pemateri karena di depan terbentang kain berwarna hijau sebagai pembatas antara Ikhwan dan akhwat.

Tak terasa waktu satu jam sudah berlalu. Telingaku sibuk mengikuti alur untaian ilmu yang kudengar.

Sampai satu kalimat yang membuatku tanpa sadar manggut-manggut sendiri. Saat sang ustadz menjelaskan "Ayuhal ikhwah.. Segala apapun kejadian-kejadian yang kita alami dalam hidup ini pastilah sudah ada ketetapan hukum dari Allah. Namun ketetapan hukum itu akan mengikuti kehidupan kita atas realita yang terjadi. Maka seorang Muslim haruslah pandai memahami realita masalah yang terjadi, sehingga tepat dalam mengistimbat (menyimpulkan) hukumnya.

Contoh.. Menikah pada hukum dasarnya adalah sunnah, namun bila ada seorang anak kecil baru kelas satu SD minta dinikahkan. Dalam kasus ini hukum nikah akan berubah menjadi haram. (Mendengar kalimat itu, Fatimah kulirih cengar-cengir).

Pun demikian dalam masalah cerai. Hukum asalnya yaitu diperbolehkan oleh Allah namun dibenci. Hukum cerai pun bisa berubah menjadi wajib dikala salah satu pasangan berpindah agama atau terang-terangan menolak hukum Allah dan Rasulullah-Nya. Karena bila pernikahan itu dipertahankan akan membahayakan iman pasangannya. Ini merupakan syari'at Allah yang mengajarkan kepada kita untuk mencintai Allah dan RasulNya jauh diatas kecintaan pada yang lainnya."

Tiba-tiba ada suara seorang jama'ah nyeletuk "Berarti ada seorang yang bercerai tapi mendapatkan kemuliaan dihadapan Allah tadz?"

Kemudian ustadz menjawab "Iya, dikala pilihan bercerai ya atas dasar karena ingin menyelamatkan iman, bukan karena kepentingan nafsu atau dunia semata".

SubhanAllah... Terjawab pertanyaan ku siang tadi. Berarti tidak semua terjadinya perceraian dibenci oleh Allah, bahkan ada perceraian yang mendapatkan kemuliaan disisi Allah bila syari'atlah yang menjadi pertimbangan.

Tak terasa satu setengah jam berlalu. "Kalau ada kajian kayak gini aku diajak lagi ya..." Pintaku pada Fatimah sambil keluar dari Masjid.

"Siap bos..." Jawab Fatimah agak genit.

"Ya Allah... Indah dan sempurnanya syari'at yang telah Engkau berikan lewat nabiMu yang mulia.


Sumber : voa-islam.com

0 komentar:

Post a Comment