Betapa bahagianya hati seorang laki-laki dari Kabilah Ghifar,
Abu Dzar al-Ghifari, ketika baru
memeluk Islam. Sahabat yang menjadi orang keenam masuk Islam itu ternyata lebih
ekstrem dibanding saudara-saudara se-Islamnya yang lain.
Mereka yang memeluk Islam akan ditindas dan disiksa. Untuk
itulah, Rasulullah SAW meminta para sahabat ketika itu untuk menyembunyikan
ke-Islamannya, termasuk, juga kepada Abu Dzar.
“Kembalilah
kepada kaummu sampai ada perintahku nanti,” pinta Rasulullah SAW
kepada pria bernama asli Jundub bin Junadah itu.
Namun, gelora hidayah Islam di dadanya membuat semangatnya
meluap-luap. Kebahagiaannya telah memeluk Islam seakan ingin ia beritahukan
kepada seisi bumi.
Ia ingin dikenal sebagai seorang Muslim. “Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, aku
takkan kembali sebelum meneriakkan Islam di depan Ka’bah, ”pintanya
kepada Rasulullah SAW.
Ia pun menuju Haram dan menyerukan syahadat dengan suara lantang.
Spontan saja, masyarakat jahiliyah Makkah ketika itu langsung mengerubungi si
pencari gara-gara tersebut. Hal
terburuk sudah bisa ditebak. Ia babak belur dihajar massa dan nyaris tewas.
Begitulah kebanggaan seorang Abu Dzar dengan Islamnya. Jangankan cemoohan atau hinaan, kemungkinan terburuk yang akan merenggut nyawanya pun tak ia perhitungkan lagi. Baginya, menjadi seorang Muslim merupakan suatu kebanggaan.
Begitulah kebanggaan seorang Abu Dzar dengan Islamnya. Jangankan cemoohan atau hinaan, kemungkinan terburuk yang akan merenggut nyawanya pun tak ia perhitungkan lagi. Baginya, menjadi seorang Muslim merupakan suatu kebanggaan.
Hal berbeda terlihat jelas antara Abu Dzar dan pemuda
sekarang. Sungguh susah menemukan para pemuda yang bangga menyandang predikat
sebagai seorang Muslim. Mereka malu mengenakan aksesori Islam.
Katakanlah
hanya sekadar mengenakan pakaian Muslim, berbaju koko, memakai peci atau
kopiah, atau sekadar mengucapkan salam.
Hal
tersebut mereka nilai kampungan dan tabu. Terlebih lagi, jika mereka melakukan
semua itu, mereka benci bila disebut orang alim.
Demikian
juga dengan para Muslimah. Mereka malu memakai jilbab lantaran takut mendapat
cemoohan orang.
Takut
tidak terlihat cantik, takut tidak dilirik lawan jenis, atau takut tidak
mendapatkan teman. Sebenarnya, mereka malu membawa Islam dalam kesehariannya.
Para
orang tua lebih bangga menyekolahkan anak-anaknya di sekolah elite bertaraf
internasional ketimbang pondok pesantren. Mereka lebih suka anak-anaknya jago
fisika dan kimia ketimbang hafiz Alquran.
Hanya
memberi prioritas pada dunia tanpa memberi porsi yang seimbang pada pengetahuan
Islam. Sekolah agama dinilai tak berarti apa-apa untuk bekal anaknya kelak.
Ketika
umat Islam sudah malu mengusung Islam dalam kehidupannya, justru ketika itulah
Allah SWT menghinakan mereka.
Niat
hati ingin terlihat elite karena mengikuti gaya hidup Barat yang katanya
modern, tapi secara tidak sadar ia sudah menghinakan diri sendiri.
Bukankah
Umar bin Khattab RA pernah berpesan, “Kita adalah kaum yang dimuliakan oleh
Allah SWT dengan Islam. Jika kita mencari kemuliaan selain daripada Islam maka
kita akan dihina oleh Allah SWT.”
Rasulullah
SAW sudah meramalkan umatnya suatu saat nanti akan dihinakan kaum kafir.
Rasulullah SAW mengibaratkan umatnya pada akhir zaman seperti makanan lezat
yang diperebutkan orang kafir.
“Apakah umat Islam waktu itu sedikit,
wahai Rasulullah?” tanya
salah seorang sahabat.
“Bahkan, jumlah kalian pada saat itu
banyak. Akan tetapi, keadaan kalian seperti buih di lautan,” jawab
Rasulullah. (HR Abu Daud).
Penyebabnya,
umat Islam mengalami krisis kebanggaan terhadap agama mereka. Mereka mengejar
dunia dan melupakan akhirat.
Penyakit
seperti ini dinamakan Rasulullah SAW dengan sebutan wahn.
”(Wahn itu) cinta
kepada dunia dan takut mati,” sabda Rasulullah (HR Abu Daud).
Lihatlah
bagaimana jayanya Islam dahulu. Pada abad pertengahan, seluruh aspek kehidupan
dikuasai umat Islam saat itu. Para ilmuwan dan cendekiawan semuanya berasal
dari umat Islam.
Lihatlah
betapa agungnya arsitektur peninggalan zaman keemasan Islam, mulai dari Cordoba
(Spanyol), Persia, sampai peninggalan Wali Songo di Indonesia.
Semuanya
menjadi bukti keagungan Islam. Rahasianya, karena kebanggaan mereka mengusung
Islam sebagai sumber gaya hidup, hukum, dan seluruh aspek kehidupan mereka.
Umat
Nabi Muhammad SAW adalah umat terbaik yang pernah ada di muka bumi. Seperti
firman Allah SWT, “Kalian
(umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi umat manusia
(karena) kamu menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran [3]: 110).
Untuk
itulah, tak perlu merasa malu maupun rendah diri ketika mengusung Islam.
Bawalah Islam dalam setiap aspek kehidupan kita. Praktikkanlah seluruh nilai
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Insya Allah, dengan itulah Allah memuliakan
kita.
Sebagaimana
firman Allah, “Janganlah
kamu merasa hina dan jangan pula kamu bersedih hati. Kamulah yang paling tinggi
derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman.'' (QS Ali Imran [3]: 139).
Sumber : Republika.co.id
Sumber : Republika.co.id
0 komentar:
Post a Comment