Monday, September 30, 2013

Yusha Evans | Injil Membimbingku Menemukan Islam [VIDEO]

joshua evans salam dakwah

SALAM DAKWAH -- Ia terperangah dan terpesona dengan Alquran yang dibacanya. Yusha begitu yakin akan kebenaran yang tercantum dalam kitab suci itu.

Suatu hari di musim panas 1996. Yusha Evans, seorang misionaris muda kedatangan seorang teman bernama Benjamin. Ia tak pernah menyangka, kehadiran temannya itu bakal menggoyahkan imannya. Sebuah pertanyaan tak terduga yang dilontarkan temannya membuatnya melepaskan keyakinannya sebagai seorang Kristen.

‘’Apakah kau pernah membaca seluruh isi Alkitab?’’ Tanya Benjamin.

‘’Apa maksudmu? Saya seorang misionaris Kristen dan bagaimana mungkin kau bertanya seperti itu padaku?’’ cetus Yusha.

‘’Apakah kau pernah membaca Alkitab seperti membaca sebuah novel: mengetahui tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, mengetahui plot dan tempatnya serta tahu seluruh detail isinya?’’

Yusha mengaku tak pernah membaca Alkitab dengan cara itu. Lalu Benjamin menantangnya untuk membaca kembali Alkitab dari awal hingga akhir. Ia memintanya untuk membaca Alkitab selama beberapa bulan dan tidak menyentuh buku lain, kecuali Alkitab.

Maka mulailah Yusha membaca Alkitab dari Kejadian 1:1. Ia sangat tertarik dengan kisah para nabi. Dalam Alkitab, dikisahkan bahwa Nabi Nuh menyampaikan wahyu Allah, tapi tidak ada satupun umatnya yang mengikuti seruannya. Lalu Allah menghukum umat Nabi Nuh dengan mendatangkan banjir besar, dan hanya Nabi Nuh serta orang-orang yang naik ke kapal saja yang selamat.

Setelah banjir, seperti dikisahkan dalam Alkitab, Nabi Nuh  meminum anggur dan keluar dalam keadaan mabuk. Yusha mengaku sangat heran, mengapa Nuh seorang utusan Tuhan bisa bersikap seperti itu.

‘’Tidak mungkin seorang nabi bersikap seperti itu. Maka saya tahu mengapa umat Nabi Nuh tidak mendengarkan apa yang ia sampaikan, karena ia mabuk,” kata Yusha kecewa.

Yusha kembali melanjutkan bacaannya. Semakin dalam membaca, kian banyak ia  menemukan kesenjangan dalam Alkitab. Beberapa kisah nabi yang dibacanya justru tak mencerminkan nabi itu sebagai utusan Tuhan. Mereka malah seperti pelaku kriminal, yang justru dicari-cari polisi.

Ia pun amat penasaran. Yusha lalu bertanya kepada pendeta di gereja tempat melakukan misa. Ia mempertanyakan banyak hal. Namun Yusha tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Para pendeta yang ditemuinya berkata, ‘’Janganlah ilmu pengetahuan yang sedikit mempengaruhi keyakinannya terhadap Yesus.’’

Yusha diminta agar tidak perlu mempelajari segala hal. Ia diminta hanya cukup percaya saja pada apa yang diajarkan. Sejumlah pendeta memintanya agar tidak membaca Perjanjian Lama. Alasannya, Alkitab tersebut sudah tidak lagi terpakai. Mereka  memintanya untuk membaca Perjanjian Baru.

Di dalam Perjanjian Baru, Yusha menemukan sebuah ayat yang menyebut bahwa Yesus berkata Tuhan itu satu. Dan hal tersebut terus diulang-ulang di ayat dan surat berikutnya dengan cara yang berbeda. Sama seperti ajaran Musa dalam 10 Perintah Allah, hal pertama yang diperintahkan adalah menyembah Allah dan tidak ada yang lain.

Yusha lalu mencari tahu mengenai Yesus. Ia menemukan ayat yang menyebutkan bahwa Yesus memerintahkan hal yang sama: menyembah satu Tuhan. Rasa penasarannya semakin menggebu. Ia pun mulai mempertanyakan tentang penyaliban Yesus. Dalam ajaran yang ia terima, Yesus dipaku pada bagian tangannya.

Dalam hatinya muncul kegamangan. Yusha berpendapat, hal tersebut sangatlah konyol. Seseorang yang telapak tangannya disalib tidak akan bertahan lama di atas tiang. Ia pun menyampaikan pendapatnya itu kepada para pendeta. Alih-alih mendapatkan jawaban, ia justru dilarang untuk melakukan khutbah Kristen di gerejanya.

Saat kondisi imannya sedang goyah, Benjamin kembali menemui Yusha. ‘’Aku telah membaca Alkitab berulang kali. Alkitab itu pula dicetak berulang kali, namun selalu masih saja ada salah penulisan. Padahal, Tuhan itu sempurna. Ciptaannya pun sempurna dan kitabnya juga haruslah sempurna,’’ ujar Benjamin.

Sejak hari itu, Yusha melepas Kristen sebagai agama yang diyakininya. Ia memutuskan meninggalkan agamanya dan memilih untuk mencari agama lain. Ia mempelajari Buddha dan beberapa agama lain, termasuk Islam. Yusha juga sempat membaca sebuah buku tentang Islam, tetapi hal itu tidak membuatnya senang. Ia akhirnya tidak mengikuti satu agama dunia pun.

‘’Tuhan, jika Engkau tidak memberi saya petunjuk, maka saya akan mencari jalan sendiri,’’ Yusha memanjatkan sebuah doa. Saat itu, ia berusia 17 tahun.

Yusha Evans lahir dan besar di South Carolina, Amerika Serikat.  Ia dibesarkan oleh kakek (Indian Amerika) dan nenek (Irlandia) yang sangat konservatif. Kakek dan neneknya selalu mengajarkannya berdoa sebelum makan, sebelum tidur, tidak boleh menyalakan musik keras-keras, tidak membawa perempuan ke rumah.

‘’Itu yang saya pelajari di sekolah Minggu,’’ ujar Yusha. Masa kecilnya dihabiskan bersama nenek dan kakeknya. Menginjak usia 14 tahun, neneknya mengajak Yusha ke sebuah pelayanan Sabtu yang benar-benar berbeda dengan apa yang dialaminya di sekolah Minggu.

Di sana mereka bermain bola, voli, basket. Di pelayanan Sabtu, Yusha juga menemukan banyak makanan, kue, dan permen. Di akhir pertemuan, pastor yang memimpin acara itu mulai memberikan pengajaran tentang agama. Ia sangat menyukainya, karena tempat itu seperti sekolah normal.

Ketika berumur 15 tahun,  nenek Yusha meminta pastor muda yang biasa melayaninya di gereja untuk mengantarkan cucu kesayangannya itu ke sekolah. Yusha belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), sehingga belum boleh mengendarai mobil sendirian. Pastor yang usianya tiga tahun lebih tua dari Yusha itu menjadi teman baiknya.

****

Bersama pastor muda itu, Yusha diajak ke sebuah perkumpulan remaja yang bernama “Kehidupan Remaja”. Perkumpulan ini tidak seperti perkumpulan biasanya. ‘’Kelompok itu seperti yang kau lihat di televisi. Ada orang bernyanyi dan bermain gitar. Khutbah yang dilakukan dalam kelompok itu tidak seperti khutbah yang ada gereja. Dalam menyampaikan khotbahnya, ia (pastor) berteriak-teriak dan menyampaikannya dengan lantang langsung ke orang-orang.’’

Hal ini sangat menarik bagi Yusha. Mereka mengajarkan Kristen dengan cara yang berbeda dari yang dipelajari saat masih kecil. Menginjak usia 16 tahun,  ia sudah tahu apa yang diinginkannya. Yusha ingin menjadi seorang misionaris. Sebagai seorang yang perfeksionis, ia ingin mendalami Kristen secara utuh. Ketika ia ingin sesuatu, maka apa yang ia lakukan harus terselesaikan.

Pada suatu hari, Yusha pergi ke New York bersama beberapa temannya. Di kota terbesar di dunia itu,  ia kehabisan uang dan memutuskan untuk mengambil uang dari sebuah mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Ketika mengambil uang, ia dirampok oleh orang-orang bersenjata.

Kejadian itu membuatnya sangat takut, sehingga hari itu juga  Yusha kembali ke rumah neneknya. Ia tidak menceritakan peristiwa yang menimpanya kepada sang nenek. Ia menyimpannya, sampai akhirnya mendapatkan mimpi buruk.

Dalam mimpi itu, orang yang merampoknya di ATM menembaknya hingga mati. Lalu, ia melihat sesuatu tengah menantinya disisi lain kehidupan. Ia tidak mengetahuinya.Yusha sangat ketakutan. Ia terbangun dari mimpinya sambil berteriak.

Sang nenek datang dan bertanya, ‘’Mengapa kau berteriak? Lalu, Yusha menceritakan segalanya, tentang perampokan dan mimpi yang dialaminya.

‘’Tuhan mempunyai satu rencana untukmu, percayalah,’’ ujar sang nenek.

‘’Lalu apa yang harus kulakukan?” tanyanya.

“Kau harus kembali pada-Nya. Kau harus mencari-Nya.” 

Yusha pun linglung. Ia sudah mencari Tuhan kemana-mana, namun tidak menemukannya. Neneknya berkata, ‘’Tuhan tidak akan pergi kemana-mana, kau hanya perlu menemukannya.’’ Sang nenek tidak menyuruhnya untuk kembali ke gereja, hanya memintanya untuk mencari Tuhan.

Yusha mulai menjadi agnostik: mempercayai adanya Tuhan, namun tidak menganut agama apapun. Ia melakukan doa dengan caranya sendiri. Ia merasa jenuh dengan hal tersebut dan akhirnya memohon pada Tuhan, “Kalau Engkau ingin aku mengenal-Mu, maka bimbinglah aku.”

Sejak saat itu, ia tidak mau mendengar lagi apa yang harus dipercayainya. Tusha ingin melihat apa yang harus dipercayainya. Ia telah membaca banyak buku dan kitab agama lain, namun tidak satu pun yang sesuai dengan apa yang dipercayai olehnya. 

Sampai pada suatu hari, Yusha berkunjung ke rumah seorang temannya bernama Musa yang beragama Islam. Selama bertahun-tahun Yusha mengenalnya, ia sama sekali tidak menyadari kalau temannya itu adalah seorang Muslim. Dalam pertemuan itu, mereka membicarakan tentang agama. Dari situlah, Yusha berkenalan dengan Islam yang sebenarnya.

Karena tidak mempercayai adanya komunitas Islam di lingkungannya, teman Afro-Amerika yang Muslim itu mengajak Yusha ke masjid, sebuah tempat yang tepat untuk menanyakan tentang Islam. Yusha selama ini tidak pernah menyadari bahwa di lingkungannya terdapat masjid. Apalagi letaknya tidak jauh dari gereja.

Ia lalu berkunjung ke masjid. Saat sedang menunggu Musa, seorang lelaki mendekatinya dan bertanya, ‘’ Apa yang sedang kau lakukan di sini?’’

‘’Aku sedang menunggu Musa.’’

‘’Musa tidak terlalu sering datang ke masjid. Namun, jika kau ingin melihat masjid, saya dengan senang hati akan mengantarkanmu.’’

Awalnya. Yusha merasa takut. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya untuk masuk ke masjid. Selama ini, pikirannya tentang Islam sangat buruk, namun pria itu memperlakukannya dengan sangat baik.

Ia pun masuk ke dalam masjid tersebut dan mendengarkan khutbah. Awalnya, ia berpikir bahwa lafal ayat-ayat dalam bahasa Arab yang disampaikan khatib bermaksud untuk membunuhnya. Namun, ketika khatib tersebut menerjemahkan kalimat-kalimat Arabnya, Yusha menyadari apa yang dikatakan khatib itu adalah tentang menyembah Tuhan yang satu.

Usai shalat Jumat, ia menemui khatib dan bertanya, ‘’Apa yang barusan kalian lakukan tadi?’’

‘’Tadi kami melaksanakan shalat, menyembah Allah.’’

Ketika sang khatib hendak menjelaskan kepada Yusha tentang Islam, ia segera memotongnya, ’’Saya tidak ingin penjelasan. Saya ingin bukti. Apabila memang agama Anda benar, maka buktikanlah.’’

Kakeknya pernah berkata pada Yusha. Ketika orang mengklaim sesuatu itu benar, maka perlu pembuktian. Karena Yusha meminta bukti pada khatib, ia lalu diajak ke ruangannya. Khatib itu memberikannya Alquran, kitab suci umat Islam. Lalu Yusha membawanya pulang dan membacanya.

Ia terperangah dan terpesona dengan Alquran yang dibacanya. Selama tiga hari, ia tidak dapat berhenti membacanya. Ia begitu meyakini kebenaran yang tercantum dalam Alquran. Hidayah Allah SWT memancar dalam kalbunya. Yusha pun bertekad untuk menjadi seorang Muslim.

Yusha kembali ke masjid dan menemui sang khatib. Lalu ia berkata, ’’Saya ingin menjadi Muslim.”

‘’Kau harus memahami satu hal lain apabila ingin menjadi seorang Muslim. Anda harus tahu tentang Nabi Muhammad SAW.’’

Yusha pun membaca tentang kisah Nabi Muhammad. Ia pun meyakini Muhammad sebagai utusan Allah. Pada Desember 1998,  Yusha yang bernama asli Joshua akhirnya memeluk Islam. ‘’Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah.’’

Sejak itu, ia mempelajari Islam dari sejumlah ulama di Mesir dan Amerika Serikat.  Kini, Yusha menjadi seorang dai dan penceramah. Umat Islam di negeri Paman Sam memanggilnya, Syekh Yusha Evans. Ia berkhidmat di jalan Allah SWT, dengan menyebarkan ajaran Islam.

Berikut video yang menceritakan kisah perjalanan Syekh Yusha Evans dalam menemukan Islam.

Saturday, September 28, 2013

Manusia Bukanlah Malaikat

maafSALAM DAKWAH -- Siapa pun bisa melakukan kesalahan kepada sesamanya. Jika hal itu terjadi, sikap terbaik yang diajarkan Rasulullah SAW adalah segera meminta maaf. Itulah yang dilakukan Abu Badzar terhadap Bilal (semoga Allah meridoi mereka) dalam kisah berikut.

Pada suatu hari, Abu Dzar Al-Ghifari terlibat percekcokan dengan Bilal. Karena kesal, Abu Dzar berkata, “Engkau juga menyalahkanku wahai anak perempuan hitam?”

Mendengar dirinya disebut dengan anak perempuan hitam, Bilal tersinggung, sedih, dan marah. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah SAW. Beliau kemudian menasihati Abu Dzar, “Hai Abu Dzar, benarkah engkau mencela Bilal dengan (menghinakan) ibunya? Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah.”

Mendengar nasihat Rasulullah SAW itu, Abu Dzar tersadar dari kesalahannya. Segera ia menemui Bilal. Abu Dzar kemudian meletakkan pipinya di tanah seraya mengatakan, “Aku tidak akan mengangkat pipiku dari tanah hingga kau injak pipiku ini agar engkau memaafkanku.”

Namun Bilal tidak memanfaatkan momentum ini untuk membalas dendam. Bilal malah berkata, “Berdirilah engkau, aku sudah memaafkanmu.” Begitulah Abu Dzar dengan mudah dan berani mengakui kesalahan yang ia lakukan bukan dengan sengaja untuk menghinakan Bilal.

Sikap seperti itulah yang seharusnya ada pada diri kita saat kita berinterkasi dengan pihak lain, terutama orang-orang terdekat kita seperti suami, isteri, anak, orangtua, saudara, dan seterusnya.

Sumber : fiqihislam.com

Adab Membaca Al-Qur'an

Adab Membaca Al-Qur'an
Klik pada gambar untuk memperbesar tampilan. Semoga bermanfaat.

Thursday, September 26, 2013

Kemengertian Allah

kemengertian Allah

Diwajibkan atasmu jihad dan jihad itu berat bagimu. Bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu lebih baik bagimu. Bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS al-Baqarah: 216).

SALAM DAKWAH -- Manusia sering merasa mengerti seutuhnya diri mereka dan mengetahui kebutuhan hidupnya sehingga akal dan perasaan mereka jadi tolak ukur untuk memenuhi kepentingannya itu.

Apa yang dianggap baik oleh akal dan perasaan, itulah yang terbaik. Lalu, apa yang dianggap buruk maka itulah pilihan buruk baginya.

Sesungguhnya, Islam tidak mengajarkan demikian. Standar baik dan buruk itu bukan saja otoritas akal dan perasaan. Positif dan negatif atau baik buruknya sesuatu itu sepenuhnya urusan Allah.

Akal dan perasaan tidak bisa jadi hakim satu-satunya. Sebab, wahyulah yang akan menuntun akal dan perasaan itu menilai baik atau tidaknya suatu perbuatan agar kehidupan tidak merugi.

Misalnya, seperti kasus di atas. Jihad sebagai sebuah kewajiban terhadap agama memang perintah yang sangat berat. Di dalam jihad (perang), ada mobilisasi massa dan pengumpulan dana besar.

Jihad membuat seseorang berpisah dengan keluarga dan daerah asal. Akibat jihad, anggota tubuh mengalami luka, teramputasi, bahkan nyawa melayang.

Namun, di balik seruan itu dan berkat amaliah jihad, negeri terbebas dari kezaliman.  Harta dan harga diri manusia terjaga. Belum lagi pahala yang besar di akhirat, bahkan bagi yang wafat digelari syuhada.

Banyak hal dalam perintah agama yang tidak sesuai dengan selera manusia. Ibadah-ibadah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas keimanan sudah banyak ditinggalkan manusia.

Jangankan berjihad, shalat atau puasa saja terasa berat bagi sebagian orang. Perkara ibadah sudah dianggap memberatkan. Manusia lebih suka bersantai-santai memuaskan selera hidup dan berlepas diri dari segala aturan yang membelenggu kebebasannya.

Segala sesuatu yang diperintahkan Allah pasti memiliki maslahat besar di dalamnya. Adapun segala sesuatu yang dilarang Allah pasti mengandung mudarat yang berbahaya. Maslahat atau mudarat itu berefek bagi jasmani atau rohani, bahkan bisa pada keduanya sekaligus.


Allah SWT mengatur segala sesuatu ini dengan ilmu-Nya. Ilmu Allah itu tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Namun, Kemengertian dan Kemahatahuan Allah itu di atas segala sesuatu.

Allah SWT itu lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya melebihi pengetahuan hamba itu terhadap dirinya sendiri.

Muadz bin Jabal RA berkata, “Jika seorang Mukmin diuji dengan sakit, dikatakan kepada malaikat sebelah kiri, 'Angkat penamu!' Dikatakan pula kepada malaikat sebelah kanan, 'Tulislah untuk hamba-Ku sebaik amal yang dia kerjakan saat sehatnya.'”

Allah telah mencukupi kita dengan berbagai macam hal dalam hidup ini. Dia memberi melebihi yang kita minta. Dia mencukupi di luar kebutuhan kita. Dia memuluskan langkah-langkah kita.


Dia menutupi kekurangan-kekurangan kita rapat-rapat. Bahkan, Dia mengampuni dosa-dosa kita meskipun dengan amal kita yang sedikit.

Yang Allah minta hanyalah agar kita pandai bersyukur. Syukuri segala keadaan dan gunakan segala fasilitas dari Allah di jalan yang diridhaiNya.

Demikianlah banyak hikmah positif di balik setiap kondisi kita. Kemengertian Allah atas hamba-Nya tidak bisa dimungkiri.

Seorang hamba hanya perlu bersyukur pada keadaannya dan berpikir positif (husnudzan) pada Allah. Kondisi di mana kita berada saat ini menunjukkan itulah yang terbaik bagi kita menurut ilmu Allah.

Sumber : Republika.co.id

Kisah Pria Pemilik Dua Kebun

kebun anggurSALAM DAKWAH -- Alkisah, di masa lalu terdapat seorang yang kaya raya. Orang itu memiliki dua kebun anggur yang sangat luas. Dua kebun itu pun dikelilingi pohon-pohon kurma yang sangat rindang. Diantara dua kebun itu ada ladang yang amat subur. Sungai pun mengalir di celah kedua kebun. Tak pernah pria itu mengalami gagal panen. Dua kebunnya selalu menghasilkan buah sangat melimpah.

Alhasil, harta pria itu pun menggunung. Ia memiliki kekayaan yang sangat besar dari bisnis dua kebunnya. Karena kekayaannya, ia pun memiliki kedudukan terhormat di masyarakat. Warga sekitarnya sangat menghormatinya. Namun pria ini merupakan seorang kafir yang tak meyakini kekuasaan Allah. Maka sifat congkak pun menguasai hatinya dan menambah kekafirannya.

Suatu hari, pria itu bertemu dan bercakap dengan seorang temannya. Berbeda dengannya, teman itu merupakan pria miskin. Jangankan kebun, sebatang pohon pun pria itu tak punya. Dibanding dengan si pemilik kebun, kekayaan pria itu bagai langit dan bumi. Namun kendati hidupnya sulit, pria miskin itu merupakan seorang muslim yang taat kepada Allah.

Saat bertemu dengan kawan miskin itu,  sang pemilik dua kebun pun segera menyombongkan diri, ia berkata pada kawannya, "Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat," ujarnya.

Namun kawan muslimnya itu hanya diam tak menanggapi. Ia tahu betul bahwa harta tak dapat meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah. Kemudian pria pemilik kebun membawa pria miskin itu memasuki kebunnya yang luas dan melimpah.

Pria kafir itu pun makin besar kepala, ia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembali kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu," ujarnya congkak sangat.

Mendengarnya, barulah si pria mukmin itu bereaksi. Ia melihat temannya di dalam kekafiran yang nyata dan mendzalimi dirinya sendiri. Ia pun berusaha mendakwahkan keimanannya, menyelamatkan temannya dari kekafiran.

"Tetapi aku percaya bahwa Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu maasyaAllah, laa quwwata illaa billaah. Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah," nasihatnya kepada si pemilik kebun.

Namun si pemilik dua kebun masih diliputi kesombongan yang sangat. Hatinya tak melihat kekuasaan Allah dibalik kesuksesan bisnis perkebunannya. Ia menyangka semua yang dihasilkan kebunnya adalah jerih payahnya sendiri.

Maka teman mukminnya itu pun kembali mengingatkan, "Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku kebun yang lebih baik dari pada kebunmu ini; dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan petir dari langit kepada kebunmu; hingga kebun itu menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi," ujarnya berusaha mengingatkan temannya akan ujian Allah pada harta dan adzabNya yang ditimpakan pada orang kafir.

Maka keesokan hari, apa yang diperingatkan pria itu nyata. Dua kebun itu tiba-tiba mati. Pohon-pohon kurma dan anggur di dalamnya roboh berantakan. Air sungai yang mengairi kebun surut mengakibatkan kebun kerontang.

Harta kekayaan si pemilik kebun pun binasa sudah. Melihatnya, si pemilik kebun pun hanya jatuh tertunduk dan membolak balikan kedua tangannya. Ia ditimpa penyesalan yang teramat sangat. "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku," ujarnya menangis tersedu.

Kisah pria pemilik dua kebun itu terdapat dalam Surah Al Kahfi ayat 32 sampai 46. Silahkan rujuk kembali kitabullah. Kisah itu disebut menjadi tamsil kehidupan dunia dan orang-orang yang tertipu padanya. Bahkan sekarang ini dapat dilihat betapa orang-orang kafir mendapat kenikmatan yang banyak dari Allah.

Namun itu semua hanyalah ujian untuk mereka, bukan karena Allah mencintai mereka. Sebaliknya muslimin, betapa banyak dari muslimin yang diuji dalam kemiskinan. Namun itu bukanlah karena Allah membenci mereka. Allah memberikan dunia kepada setiap manusia, namun Allah hanya memberikan agama pada orang yang dicintaiNya.

Di akhir kisah, Allah pun memberi peringatan, "Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan," Surah Al Kahfi ayat 45-46. 

Sumber : Republika.co.id

Wednesday, September 25, 2013

Do'a Rajanya Istigfar

do'a rajanya istigfar
SubhanAllah

Sahabatku, Rasulullah mengajarkan doa "sayyidul istigfar" yaitu rajanya istigfar yang tidak pernah ditolak bagi pemohon yang tulus, apalagi dipanjatkan dipenghujung malam. Mari kita baca doa ini dengan penuh harap dan yakin,

"Ya Allah, Engkaulah Tuhanku tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkau menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu, aku berusaha memenuhi tekad dan janjiku untuk taat pada-Mu sekuatku, aku berlindung pada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui semua nikmat-Mu, aku juga mengakui banyak dosaku, maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dasaku selain Engkau...aamiin".

Sunday, September 22, 2013

Keutamaan Wudhu

keutamaan wudhu

SALAM DAKWAH -- Salah satu kewajiban umat Islam dalam beribadah adalah berwudhu. Wudhu merupakan bukti keimanan yang tak terlihat secara kasat mata. Mirip dengan orang yang berpuasa. Tak ada orang yang menjaga wudhunya kecuali karena alasan keimanan.

Secara syar'i, wudhu ditujukan untuk menghilangkan hadas kecil agar kita sah menjalankan ibadah, khususnya shalat. ''Shalatnya salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudhu.'' (HR Abu Hurairah).

''Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki." (QS Al-Maidah (5): 6).

Eksistensi wudhu sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan seorang Muslim, karena dalam wudhu Allah SWT memberikan pesan moral yang tidak jauh dari kehidupan sehari-hari.

Membasuh kepala, misalnya, ditujukan agar kita membersihkan kepala atau otak kita dari segala pikiran kotor dan menyesatkan.

Membasuh kaki dan tangan ditujukan agar kita tidak menggunakan tangan dan kaki ini untuk mengambil hak orang lain, menginjak martabat orang lain.

Berkumur-kumur, membasuh wajah, dan mengusap telinga, ditujukan agar kita menggunakan mulut untuk menyebarkan perdamaian dan kasih sayang, menggunakan mata untuk melihat nilai-nilai kebenaran, dan menggunakan telinga untuk mendengar nilai kebaikan.

Kita diperintahkankan berwudhu minimal lima kali dalam sehari, yaitu untuk menjalankan shalat lima waktu. Meski demikian, kita dianjurkan berwudhu tidak hanya ketika hendak mendirikan shalat, namun juga ketika hendak melakukan ibadah atau amalan lainnya, misalnya ketika membaca Alquran, mengikuti pelajaran, pengajian dan memasuki masjid. Bahkan ketika kita hendak makan pun dianjurkan untuk berwudhu. ''Keberkahan makanan adalah dengan wudhu sebelum dan sesudahnya.'' (HR Abu Dawud).

Banyak keutamaan wudhu yang dijelaskan Rasulullah SAW. Antara lain sebagaimana diriwayatkan Thabrani dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Jika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudhunya, rukuknya, sujudnya, dan bacaannya, maka shalat akan berkata kepadanya, 'Semoga ALLAH SWT menjagamu sebagaimana kamu menjagaku', dia naik dengannya ke langit dan memiliki cahaya hingga sampai kepada Allah SWT dan shalat memberi syafaat kepadanya.''

Berwudhu merupakan hal yang mudah dilakukan namun perlu keistiqamahan dalam implementasinya. Seorang hamba yang banyak berwudhu akan mudah dikenali Rasulullah SAW di hari kiamat nanti karena memiliki ciri khas tersendiri. ''Muka dan tangan kalian nanti di hari kiamat berkilauan bekas dari berwudhu.'' (HR Muslim)

Sumber : Republika.co.id

Kufur Nikmat

kufur nikmat

SALAM DAKWAH -- Menyaksikan kedua telapak kaki Rasulullah pecah-pecah akibat terlalu lama melakukan shalat malam, Aisyah bertanya, “Kenapa engkau melakukan yang demikian, Wahai Rasulullah, padahal Allah sudah mengampuni segala dosamu yang telah lampau dan akan datang?” Beliau menjawab, “Tidak pantaskah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis ini cukup populer. Rasulullah SAW (571-632 M) gamblang menegaskan tentang pentingnya bersyukur. Tentu bersyukur merupakan kewajiban bagi kaum beriman. Mari renungkan sejenak nikmat Allah yang selama ini kita terima. Tidak usah seluruhnya. Cukup nikmat buang angin saja. Seorang teman harus menghabiskan uang jutaan rupiah untuk biaya operasi hanya gara-gara tiga hari tidak bisa buang angin.

Itu baru soal buang angin. Padahal sepanjang hidup ini, jutaan aktivitas lain harus kita tunaikan. Semua itu ternyata tidak dipungut harga alias gratis. Sebab itu, Allah hanya memberikan kita dua pilihan. Jika tidak mau bersyukur, berarti kita kufur. Tidak ada pilihan ketiga. “Sungguh Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (QS Al-Insan: 3).

Betapa bodohnya kita apabila lebih memilih kufur ketimbang bersyukur. Pasalnya, Allah menjanjikan bertambahnya nikmat bagi mereka yang bersyukur dan menimpakan laknat bagi mereka yang kufur. Berulang kali ayat Al-Qur’an membeberkan kisah-kisah kaum dahulu yang dibinasakan Allah akibat mereka enggan bersyukur. Simak beberapa cuplikan kisah berikut.

Kaum Nabi Nuh (3993-3043 SM) disapu banjir super dahsyat. “Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan menurunkan air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas bahtera yang terbuat dari papan dan paku.” (QS Al-Qamar: 11-13).

Sejarawan memang berbeda pendapat, apakah bencana besar itu melanda seluruh dunia atau hanya terjadi pada wilayah tempat Nabi Nuh diutus. Yang jelas, semua sepakat bahwa banjir mengerikan itu datang akibat kaum Nabi Nuh selalu ingkar kepada Allah. Betapa tidak, lebih kurang 950 tahun Nabi Nuh berdakwah, tetapi pengikutnya hanya tujuh puluh orang dan delapan anggota keluarganya.

Kekufuran dan pembangkangan serupa juga dilakukan kaum Ad. Kaum Nabi Hud (2450-2320 SM) ini terkenal memiliki jasmani yang kuat. Berkat karunia Allah, kaum Ad hidup berselimut kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Peradaban mereka juga sangat maju. Tetapi mereka kufur dan angkuh, selalu menolak kebenaran, yang risikonya harus mereka bayar dengan sangat mahal.

Allah meniupkan badai topan diiringi gemuruh suara yang menggelegar. Hanya dalam hitungan hari, riwayat mereka tamat dengan sangat menyedihkan. “Allah menimpakan angin kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari secara terus menerus, maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah lapuk.” (QS Al-Haqqah: 7).

Tidak kalah mengerikan lagi adalah azab yang diterima kaum Tsamud. Kaum yang tinggal di dataran Al-Hijir yang terletak di antara Hijaz dan Syam ini hidup dengan segala kemewahan dan kemakmuran sebagai warisan dari kaum Ad. Kaum Tsamud juga dikenal sebagai arsitektur dan entrepreneur ulung. Awal Juli 2008 lalu, UNESCO mengesahkan Madain Saleh, kota peninggalan mereka di 440 km arah utara Madinah itu, sebagai salah satu situs warisan dunia (World Heritage Site).

Sungguh sayang, mereka ingkar dan menentang dakwah Nabi Saleh (2150-2080 SM). Mereka bahkan berani membunuh unta betina yang merupakan mukjizat Nabi dan Rasul kelima itu. Hasilnya, mereka dihantam guntur dan gempa hebat. “Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumah mereka, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sungguh kaum Tsamud itu mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud.” (QS Hud: 67-68).

Tidak kalah tenar tentu kisah Fir’aun. Fir’aun adalah gelar untuk raja-raja Mesir purbakala. Menurut Al-Qur’an, terdapat dua gelar bagi raja Mesir kala itu: Fir’aun dan Malik. Fir’aun adalah gelar untuk raja Mesir zaman Nabi Musa (1527-1407 SM), sementara Malik adalah gelar raja Mesir zaman Nabi Yusuf (1745-1635 SM). Penelitian sejarah membuktikan, Fir’aun yang sangat memusuhi Nabi Musa adalah Minephtah (1232-1224 SM), putra Ramses II. Adapun Ramses II yang memerintah selama 68 tahun pada 1304-1237 SM itu adalah raja yang baik.

Fir’aun Minephtah dianugerahi kekuatan dan kekuasaan luar biasa. Tidak hanya kaya, dia bahkan tidak pernah sakit seumur hidup. Tetapi, jangankan bersyukur, Fir’aun Minephtah malah sangat sombong dan arogan, bahkan mengaku sebagai Tuhan. Tragis, Fir’aun Minephtah dan kroni-kroninya akhirnya dibenamkan Allah di dasar Laut Merah. Setelah ribuan tahun terkubur di laut, muminya ditemukan pada 1898 M oleh Loret di Thebes, di daerah Wadi Al-Muluk (lembah raja-raja). Kini, mumi Fir’aun Minephtah diawetkan di museum Mesir.

Jika mengacu isyarat Al-Qur’an, Allah memang sengaja menyelamatkan jasad Fir’aun Minephtah agar dapat menjadi pelajaran bagi manusia. “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sungguh kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).

Masih banyak kisah-kisah kebinasaan kaum kufur nikmat dan penentang kebenaran yang dituturkan Allah dalam Al-Qur’an. Cukuplah beberapa penggalan kisah di atas sebagai bahan renungan. Sebagai kaum beriman, sepatutnya kita terus memanjatkan doa yang diajarkan Rasulullah, sebagaimana dikutip dalam riwayat Abu Dawud, “Wahai Tuhanku, bantulah aku untuk dapat senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.”

Sumber : Republika.co.id

Mustafa Davis: Memeluk Islam Setelah Membaca Surah Maryam

mustafa davis
Mustafa Davis (kiri)
SALAM DAKWAH -- Mustafa Davis lahir dan dibesarkan di wilayah teluk di Kalifornia Utara. Ia kini dikenal sebagai pembuat film dan seniman dunia. Sebagai seniman, Davis mencintai keindahan. Dan keindahan paling indah di matanya adalah senyum seorang pria sederhana yang tulus, yang membawanya pada Islam 16 tahun lalu.

Semua berawal pada suatu Rabu di bulan Mei 1996, Davis bertemu dengan seorang teman dalam perjalanannya menuju kampus. Belakangan Davis tahu ia dan pria bernama Whitney Canon itu belajar dalam kelas bahasa Prancis yang sama. Lalu, mengetahui bahwa Whitney adalah seorang seniman dan musisi sepertinya, Davis kerap menghabiskan waktu bersamanya setelah itu, terutama di ruang piano di aula musik kampusnya.

Selama satu semester, dengan cara menyelinap, ia dan Whitney menghabiskan waktu di ruangan itu, lalu bermain musik atau berbincang tentang persoaalan kerohanian di sana. Pada suatu Rabu di tahun yang sama, bersama salah seorang temannya, Whitney Canon (kini Muslim), Davis sedang menyantap sushi di sebuah restoran Jepang dekat kampus. Dalam kesempatan itu, Davis menyampaikan sebuah pengakuan bahwa dirinya lelah dengan kehidupan yang dijalaninya.

"Aku ingin mengembalikan hidupku pada jalurnya," tulisnya dalam sebuah note dalam akun Facebook-nya, Becoming Muslim in America (dipublikasikan kembali oleh isamicsunrays.com dalam artikel berjudul Becoming Muslim: Five Words That Changed My Life). Menurut Davis, gaya hidupnya kala itu menjauhkannya dari kesuksesan, dan hanya agama yang mungkin mengubah hidupnya. "Aku harus kembali ke gereja," ujar mantan pemeluk Katolik ini.

Tiba-tiba Whitney bertanya apakah dirinya pernah berpikir tentang Islam. Davis menjawab “tidak” dan mengatakan pada Whitney bahwa Islam adalah agama Arab atau gerakan separatis bangsa kulit hitam. Dari banyak informasi dan peristiwa, Davis hanya memiliki stigma negatif tentang agama itu dalam otaknya. “Selain itu, aku belum pernah melihat Muslim yang baik dan taat waktu itu,” katanya.

Mendapati respons negatif dari Davis, Whitney kemudian bercerita tentang kakak laki-lakinya yang masuk Islam. Dari kakaknya, Whitney (yang saat itu belum menjadi Muslim) mengatakan bahwa Islam  bukan hanya untuk Arab serta merupakan agama yang universal. Whitney lalu melontarkan pertanyaan baru pada Davis, “Apakah kamu mengetahui Muhammad?”

Davis mengaku hanya mengetahui satu orang dengan nama Muhammad, yakni Elijah Muhammad (salah satu pemimpin utama di Nation of Islam). Whitney lalu menjelaskan hanya ada seorang pria bernama Muhammad yang merupakan nabi asal Arab yang sesungguhnya. “Kau harus mengenalnya,” kata Whitney.

Mendengar kata “Arab,” Davis tak tertarik untuk masuk ke dalam perbincangan yang lebih jauh tentang Islam. Ia kemudian mengakhiri perbincangan itu dan beranjak menuju tempat kerjanya, karena Davis bekerja pada malam hari.

Pulang dari tempat kerjanya, Davis singgah ke sebuah toko buku untuk membeli Bibel. Saat melewati deretan rak bertema “Filosofi Timur,” pandangan Davis tiba-tiba tertuju pada sebuah buku berwarna hijau. Nama “MUHAMMAD” tertulis dengan huruf timbul berwarna emas di sampulnya. “Aku menghentikan langkahku, berpikir sejenak, dan mengambil buku itu dari rak,” katanya.

Rasa ingin tahu Davis tergugah saat membaca judul kecil di bawah tulisan MUHAMMAD; Kehidupannya berdasarkan Sumber Paling Awal. “Kata “sumber paling awal” menggelitikku karena aku sangat mengetahui adanya debat teologis tentang sejumlah kesalahan yang ditemukan dalam Bibel. Fakta itu menggangguku,” kata pendiri Cinemotion Media dan Mustava Davis Incorporation ini.

Davis membuka buku itu dan dengan susah payah mencoba membaca banyak kata dalam ejaan Arab. “Empat atau lima kalimat yang kubaca menyebut kata “Alquran” beberapa kali,” katanya. Ejaan-ejaan Arab yang menyulitkan itu lalu dirasanya membenarkan pemahamannya bahwa Islam adalah agama orang Arab. Maka Davis mengembalikan buku itu ke rak.

Saat beranjak meninggalkannya, tulisan emas di sampul buku itu kembali menarik pandangan Davis sehingga ia kembali melihat ke arah buku tersebut. Saat itu, ia melihat sebuah buku lain berjudul The Quran, dan teringat pada beberapa kata yang baru ia baca dalam buku berjudul Muhammad.

Setelah mengambil dan membukanya secara acak, Davis berhadapan dengan halaman pertama Surah Maryam. “Aku membaca surah itu dari awal hingga akhir dan merasakan tubuhku menggigil saat membaca penjelasan detail tentang kelahiran Nabi Yesus (Isa as) yang menakjubkan,” ujarnya.

“Aku tak menyangka bahwa Muslim mempercayai kelahiran yang menakjubkan itu, dan bahwa mereka tak mempercayai Yesus sebagai anak Tuhan. Sebagai seorang Kristen, aku tak pernah bisa menerima pernyataan bahwa Tuhan mempunyai anak,” tambahnya. Davis menangis dengan terjemahan Alquran di tangannya. Ia memutuskan membeli kitab itu, lupa dengan tujuannya membeli Bibel, dan meninggalkan toko buku itu.

Keesokannya, Kamis pagi, saat berjalan menuju kampusnya, Davis melewati stan kecil milik seorang pria Senegal yang menjual kerajinan, dompet, dan boneka Afrika. Ia sibuk dengan seorang pembeli saat Davis menghampiri stannya dan melihat-lihat sebuah dompet. Ketika pelanggannya itu pergi, pria kulit hitam itu menghampiri Davis sambil tersenyum ramah.

“Senyumnya itu adalah sesuatu yang tidak pernah kutemukan sebelumnya. Aku hanya bisa menggambarkan bahwa senyum itu penuh dengan cahaya dan cinta,” Davis menulis dengan penuh ketakjuban.

Pria bernama Khadim itu menyapa Davis, “Hai, saudaraku, apa kabar?” dan melanjutkan dengan sebuah pertanyaan lain setelah Davis menjawabnya, “Saudaraku, apakah kamu seorang Muslim? Kamu terlihat seperti seorang Muslim.”

khadimBelum habis kekagumannya dengan senyum Khadim, Davis dibuat terkejut dengan pertanyaan itu. Ia menjawab bahwa dirinya bukan seorang Muslim, namun baru membeli Alquran pada malam sebelum mereka bertemu. Senyum Khadim berkembang. Ia menghampiri Davis dan memberinya pelukan sambil terus berkata, “Ini sangat indah, saudaraku. Ini hebat. Aku bahagia untukmu. Ini adalah pertanda dari Allah. Kamu membuatku sangat bahagia, saudaraku.”

Ketakjuban Davis belum berakhir. Saat memasuki waktu Zuhur, Khadim meminta bantuannya untuk menjaga stan miliknya selama ia shalat. Davis bersedia dan melewatkan dua kelas hari itu. “Aku belum pernah menemukan orang setulus dia, yang tersenyum padaku, memelukku, dan mengatakan dirinya berbahagia untukku.”

Saat bersama Khadim itulah, seorang mahasiswa Pakistan menghampiri dan menyapa pria Senegal itu. Seperti Khadim, ia mengira Davis seorang Muslim, dan gembira saat mendengar Davis telah membaca Alquran. Ia lalu menawari menawarkan dirinya untuk menemani Davis melihat-lihat masjid. Dan Davis menerima tawarannya.

Keesokan harinya, mahasiswa itu menjemput Davis dan membawanya ke sebuah masjid milik Asosiasi Komunitas Muslim di Santa Clara Kalifornia setelah terlebih dulu ia mengajak Davis makan siang di rumahnya. Saat tiba di masjid, Davis disambut sekitar 40 pria yang menyapanya sambil tersenyum.

Setelah duduk dan bergabung dengan pria-pria tersebut, Davis ditanya apakah ia mengetahui sesuatu tentang Islam. Ia menceritakan Alquran yang dibelinya dan menyampaikan hal-hal tentang Islam yang diketahuinya melalui kitab tersebut. “Lalu seorang di antara mereka bertanya apakah aku mempercayai Nabi Muhammad dan tanpa ragu kujawab ‘Ya.’ Aku ditanya apakah aku percaya bahwa Yesus adalah Tuhan atau anak Tuhan, kujawab ‘Tidak’

Ia lalu menjelaskan banyak hal tentang Islam pada Davis; malaikat, kitab-kitab Allah, hari penghakiman (yaumul hisab), dan banyak lainnya. Setelah memberikan penjelasan itu, ia bertanya apakah Davis mempercayai semua itu. Davis kembali menjawab “Ya,” lalu pria itu berkata, “Itu adalah apa yang dipercayai oleh Muslim dan kamu mempercayainya. Maka apakah kamu ingin menjadi seorang Muslim?”

Davis kembali menjawab ‘Ya’ tanpa keraguan sedikitpun. Pria itu lalu membimbingnya membaca syahadat. “Aku ingat, hari itu tanggal 17 Ramadhan 1416 H,” ujarnya.

Sumber : Republika.co.idislamicsunrays.com

Saturday, September 21, 2013

Haji dan Umrah dengan Biaya Murah

haji dan umrah dengan biaya murah

SALAM DAKWAH -- Musim haji dan umrah sudah tiba masanya. Umat Islam dari penjuru dunia yang berkesempatan untuk pergi ibadah haji atau umrah pada tahun ini sudah mulai berdatangan di kota suci Makkah dan Madinah Munawarah.

Rasa gembira dan haru sudah pasti mereka rasakan. Bagaimana tidak, mereka memperoleh peluang yang sangat besar untuk memenuhi panggilan Allah, yaitu melaksanakan rangkaian manasik haji yang merupakan syari’at dan rukun Islam yang kelima.

Kegembiraan dan keterharuan itu wajar dan lumrah. Karena kesempatan berangkat haji tersebut diperoleh setelah melalui proses panjang yang sarat dengan perjuangan, pengorbanan dan kesabaran. Jerih payah luar biasa, mulai dari usaha mengumpulkan biaya, mengurus administrasi sampai melakukan safar (perjalanan) yang jauh dan memberatkan.

Tetapi yang paling penting sesampainya di tanah suci, para jemaah harus memaksimalkan lagi persiapannya. Terutama fikiran, mental , pengetahuan, kekhusuan dan kesabaran sehingga rangkaian rukun dan wajib haji dapat dikerjakan secara baik dan sempurna.

Di samping merupakan kewajiban bagi yang mampu, Ibadah haji dan umrah memiliki keutamaan dan pahala yang sangat besar. Sehingga tidak heran, dari tahun ke tahun angka jemaah yang mendaftar haji atau umrah senantiasa meningkat dan bertambah. Padahal ongkos biayanya semakin tinggi.

Sementara jatah quota haji yang diberikan kerajaan Arab Saudi tidak mencukupi sehingga jemaah yang mendaftar harus menunggu dua atau tiga tahun. Bahkan di beberapa negara seperti di Malaysia harus menunggu belasan dan puluhan tahun, baru bisa berangkat haji.

Sebuah riwayat shahih dari Ibn Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda, “Tunaikanlah haji dan umrah, karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan dosa sebagaimana api menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada balasan bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. Tirmidzi).

Sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah RA, bahwa haji mabrur merupakan bentuk jihad yang paling mulia. Sabda Rasulullah SAW, “Kalian mempunyai jihad yang paling mulia, yaitu haji mabrur.”

Begitu besar keutamaan dan pahala haji mabrur, yaitu ibadah haji yang dapat dilaksanakan secara sempurna yang tidak ternodai dengan perbuatan dosa dan maksiat sehingga ibadah hajinya betul-betul diterima oleh Allah SWT.

Namun bagi jamaah umat Islam yang belum diberikan kesempatan dan peluang berangkat haji tidak perlu putus asa dan kecil hati, karena Allah SWT menyediakan sejumlah amal shalih dengan ongkos murah, tetapi keutamaan dan pahalanya sebanding dengan ibadah haji dan umrah. Bahkan lebih besar.

Seperti sabda Nabi SAW, “Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci demi untuk menunaikan shalat fardu, maka pahalanya adalah seperti pahala orang yang menunaikan ibadah haji dan ihram. Dan barang siapa yang keluar dengan bersusah payah hanya untuk melakukan shalat dhuha, maka pahalanya adalah seperti pahala orang yang melakukan ibadah umrah.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Wallahu Al-Musta’an.

Sumber : Republika.co.id

Ustad Arifin Ilham : Rasionalitas Al-Qur’an tentang Tuhan

rasionalitas al-quran tentang TuhanSALAM DAKWAH -- Profesor Bernar pernah berkata : Semakin maju jaman semakin tinggi tingkat peradapan dan kebudayaan umat manusia. Semakin luas otoritas intelektual manusia lambat laun tapi pasti dengan pasti pula manusia berlomba-lomba meninggalkan agamanya masing-masing.

Dengan kemampuan otak -- olah otak -- melahirkan ilmu pengetahuan. Sains -- dari sains -- melahirkan teknologi. Dengan teknologi segala urusan manusia akan dapat dicapai dengan segala kemudahan. Maka manusia saat itu tidak lagi membutuhkan agama.

Bahkan titik kulminasinya mereka menganggap bukanlah Tuhan yang menciptakan manusia. Tetapi manusialah yang mengada-adakan Tuhan alias manusialah yang menciptakan tuhan.

Dengan alibi yang sangat nakal ia bertanya... 

Kalau memang tuhan itu ada lalu dimana adanya?
Kalau memang tuhan itu ada kapan adanya? 
Telur ayamkah dulu atau ayam dulu?
Kalau memang tuhan itu ada bagaimana wujudnya?

Maka tidak mustahil ada agama yang mewujudkan tuhan dalam bentuk benda-benda, hewan, manusia. Sangat unikkan? Tuhan dipersonifikasikan dalam bentuk manusia.

Baik kalau memang alam raya ini ciptaan Tuhan dan itu menjadi alasan semua agama. Lalu siapa yang menciptakan Tuhan?.... 

Penggalan kalimat-kalimat di atas adalah ceramah islami dari Ustad Muhammad Arifin Ilham yang menjelaskan tentang Rasionalitas Al Quran tentang Tuhan. Beliau menjelaskannya dengan detail dan masuk akal. Mengajak anda untuk berpikir secara rasional bukan irasional. Semakin anda menyelami akan semakin takjub pula anda dibuatnya. Bila tertarik, silahkan mendownloadnya melalui link download dibawah ini.

 

Sumber : Ustad Arifin Ilham

Menjaga Allah

menjaga Allah
Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu.. “ (HR. Tirmizi) 

SALAM DAKWAH -- Kalimat emas di atas adalah potongan dari pesan Nabi SAW kepada sahabat kecilnya, Abdullah bin Abbas. Melalui putra pamannya itu, Nabi SAW mengajarkan kita semua bila kita Menjaga Allah sebaik-baiknya, Allah pasti akan menjaga kita dengan penjagaan yang melebihi kita upayakan.

Menjaga Allah menurut para ulama artinya menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah.

Lebih jauh lagi bentuk penjagaan itu dengan berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah, menjauhi larangannya, dan tidak melampaui batasan yang dilarang oleh-Nya. Jika semua itu dikerjakan, maka ia termasuk orang yang menjaga Allah sebaik-baiknya.

Termasuk di dalam upaya menjaga Allah adalah menjaga lisan dari mengucapkan kata-kata kotor, melakukan provokasi, sumpah palsu, menggunjing, dan berbohong. Menjaga perut dari makan dan minum barang-barang yang haram atau syubhat. Menjaga kemaluan agar tidak terjerembab dalam hubungan terlarang.

Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang bisa menjaga di antara dua rahangnya (mulut) dan dua kakinya (kemaluan), maka dia masuk surga.” (HR. Hakim)

Berkata Abu Idris Al-Khaulani bahwa titah yang pertama kali disampaikan Allah kepada Adam saat turun ke dunia adalah hendaklah dia menjaga kemaluannya. Dikatakan kepadanya, “janganlah kamu menggunakannya melainkan kepada yang halal bagimu.” 

Orang yang menjaga Allah berarti dia memuliakan-Nya, menjaga hak-Nya, selalu mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, serta mencintai-Nya dan menjadikan cinta tersebut sebagai dasar hidupnya. Hidupnya hanya untuk meraih ridha-Nya.

Jika seseorang telah memuliakan Allah dan memberikan hak Allah berarti dia telah berserah diri, tawakkal, ridha dengan ketetapan-Nya, bersedia dibimbing oleh-Nya. Dia juga tidak akan menyalahi perintah-Nya, tidak bersekutu untuk memerangi agama-Nya dan syiar-syiar-Nya.

Konsekuensi dari menjaga Allah adalah Allah akan menjaga Hamba-Nya tersebut. Menurut Ibnu Rajab, penjagaan Allah itu mengandung dua unsur.

Pertama, Allah akan menjaga hambanya dengan memenuhi kebutuhan dunianya seperti terjaga badan, anak, keluarga, dan hartanya. Kedua, Allah akan menjaga agama dan imannya. Hamba itu terjaga dari perkara syubhat yang menyesatkan dan dari syahwat yang diharamkan.

Agamanya terjaga hingga hamba itu meraih husnul khatimah saat menutup matanya di akhir hayatnya. Penjagaan  kedua ini lebih mulia dibanding yang pertama.

Betapa luar biasa balasan dan penghargaan Allah kepada hamba-Nya. Kita sadari betapapun upaya kita menjaga Allah, tetap saja kita tidak akan pernah bisa melakukan yang terbaik sesuai dengan kehendak-Nya. Namun, Allah selalu membalas dengan balasan terbaik yang sejatinya itu belum pantas untuk kita. 

Sumber : Republika.co.id